Cerita Vikaris Relasiniat Mendrofa, S.Th

Saya berasal dari Nias – Sumatera Utara. Saya anak ke 7 dari 9 bersaudara. Ayah saya meninggal karena kecelakaan motor, saat saya berusia 5 tahun. Setelah ayah meninggal, ibu menjadi single parent dan membesarkan 9 orang anak sendirian. Ibu selalu mengajarkan anak-anaknya untuk hidup mandiri dan sederhana, tidak boleh mengikuti gaya hidup orang lain. Hidup ini sulit, tetapi kami tidak pernah berhenti berjuang. Ibu yang tidak pernah kenal lelah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menjadi motivator bagi saya untuk terus meraih mimpi.

Sejak kecil, saya ingin sekali menjadi Pendeta. Ibu baru tahu keinginan saya tersebut ketika saya SMA kelas 3 semester akhir (menjelang ujian nasional). Ibu kaget mendengar cita-cita saya. Dia berkata bahwa di Nias sudah banyak Pendeta dan saya diminta untuk kuliah jurusan selain teologi. Mendengar ibu berkata demikian, saya sangat sedih. Saya ingat percakapan ini terjadi di dapur. Saya tidak bisa berkata apa-apa, saya langsung pergi ke kamar dan menangis. Dalam tangisan itu, saya berkata dalam hati, “Tuhan, mama kok tidak mengerti perasaan saya?”. Ibu tahu kalau saya menangis, tetapi dia tidak berkata apa-apa.

Setelah saya dinyatakan lulus SMA, saya mencoba kembali untuk membujuk ibu supaya keinginan saya untuk menjadi Pendeta didukung olehnya. Saat itu ibu bertanya, “Rela, kenapa kamu mau jadi Pendeta?”. Saya menjawab, “Ma, bapak khan sudah meninggal belasan tahun yang lalu. Pada waktu itu, anak-anak mama masih kecil. Sekarang anak-anak sudah besar semua, Ma. Sudah tiga orang berkeluarga. Mama ini hebat. Mama membesarkan anak sebanyak ini seorang diri. Kalau bukan Tuhan yang menolong, tidak mungkin bisa Ma. Anak mama ada 9 orang, jadi berikan untuk Tuhan 1 orang ya Ma. Anggap saja sebagai ucapan syukur mama kepada Tuhan. Dan saya mau diberikan kepada Tuhan.” Ibu saya sedih, tetapi saya akhirnya diizinkan untuk menjadi seorang Pendeta. Saya bersyukur dan ingin menyerahkan hidup saya untuk melayani Tuhan seumur hidup saya.

Akhirnya saya masuk ke STAK Abdi Wacana – Pontianak. Saya memilih STAK AW karena STAK milik gereja GKE. GKE sama dengan gereja saya di Nias, yaitu BNKP. Saya memilih STAK AW juga karena saya ingin kuliah di lembaga pendidikan yang jelas serta memiliki peraturan yang jelas. Itu semua saya dapatkan di STAK AW. Saya percaya bahwa semuanya ini juga rencana Tuhan.

Menjadi mahasiswi STAK AW sangatlah menyenangkan. Banyak suka di sini, karena para dosen dan teman-teman sangat baik. Yang lebih menarik, mahasiswa-mahasiswi STAK AW bersaing dalam mendapatkan nilai yang baik, sehingga kami harus bersungguh-sungguh dalam belajar. Masa kuliah adalah kesempatan membaca dan belajar sebanyak-banyaknya, bukan kesempatan untuk santai. Kesempatan tersebut harus dimanfaatkan dengan baik, supaya bisa lulus dengan memiliki pengetahuan cukup dan mampu mempertanggungjawabkan gelar yang diberikan kepada kita.

Sekarang saya sudah melayani sebagai Vikaris di calon jemaat GKE Jihing. Pertama kali melayani di sini, jemaatnya hanya 1 KK. Tidak ada signal HP. Tetapi semuanya itu tidak membuat saya berhenti melayani. Selama 3 bulan pertama, kami ibadah di rumah jemaat tersebut. Saya juga tinggal di rumah tersebut. Setelah tiga bulan, mulai terjadi penambahan jemaat. Anak-anak mulai ramai berdatangan di sekolah minggu. Pada bulan ke-4 ada 8 orang memberi diri dibaptis, yaitu 4 orang dewasa dan 4 anak-anak.

Saat cerita ini saya tulis, jumlah jemaat sudah 18 KK. Bangunan gereja juga sudah berdiri, dibangun dengan dana dari jemaat, donatur, hibah dari ADD desa dan perusahaan sekitar. Walaupun proses pembangunan belum selesai, tetapi sudah bisa digunakan untuk ibadah. Saya sudah merasakan ditolak pada saat memberitakan Injil. Tetapi tidak menyurutkan saya untuk tetap melayani Tuhan. Memang hampir tidak ada waktu untuk membaca, tetapi saya selalu membaca Alkitab.

Tuhan Yesus memberkati