Info Kampus
Saturday, 07 Dec 2024
  • Selamat datang di website STAK Abdi Wacana - Pontianak | Ingin bergabung menjadi mahasiswa (i), klik DAFTAR

Orasi Ilmiah Dalam Wisuda VII STAK Abdi Wacana – Pontianak

Tuesday, 12 March 2024 Oleh : stakaw

Pontianak – Dalam acara Wisuda VII dan Dies Natalis XXI STAK Abdi Wacana – Pontianak, pada hari Selasa tanggal 12 Maret 2024 di Hotel Alimoer – Kubu Raya, Pdt. Sanon, M.Th, Dosen STT GKE Banjarmasin, menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Rekonstruksi Diakonia Dalam Pelayanan Kontemporer.”

Secara ideal, gereja hadir dalam dunia yang memiliki masalah kompleks dan dinamis. Masalah yang selalu ada, salah satunya adalah kemiskinan. Dalam hal ini, gereja diutus untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Gereja memiliki tanggung jawab sosial yang besar, sebesar masalah tersebut. Pada kenyataannya, sebagian gereja lebih menekankan persekutuan daripada aspek diakonia.

Selama ini, diakonia didefinisikan terlalu sempit. Biasanya berputar di masalah diakonia terhadap janda atau duda dan pelayanan administrasi gereja. Di banyak gereja, program diakonia tidak berbasis kebutuhan. Penganggaran dalam program diakonia juga minim. Di satu sisi, ada banyak masalah sosial yang terjadi di gereja dan sekitarnya, tetapi di sisi lain, program diakonia tidak maksimal.

Pdt. Sanon, M.Th mengusulkan upaya “rekonstruksi diakonia” yang bisa dipertimbangkan oleh gereja-gereja. Di dalam sejarah diakonia, paling tidak ada tiga model: karitatif, reformatif, dan transformatif.

Model karitatif sudah ada sejak kekristenan awal. Model ini berbentuk bantuan langsung. Model reformatif mulai di abad ke-4. Model ini lebih menganut teologi pembangunan, dalam bentuk pemberian stimulus. Sejak abad ke-20, IMF dan Bank Dunia memiliki peran penting dalam memberikan modal bagi negara-negara miskin. Model transformatif dimulai di abad 17 dan 18, di kalangan Methodis dan Pietis. Model ini menganut teologi pembebasan. Kemiskinan disebutkan sebagai masalah struktur yang memiliki potensi untuk menindas. Kesadaran ini yang membuat perlu terjadi pembebasan transformatif.

Rekonstruksi adalah membangun ulang atau memperbaiki yang sudah ada. Secara konseptual, perlu mendefinisi ulang tentang diakonia dalam konteks yang lebih kompleks. Diakonia mesti dipahami sebagai dimensi aksi dari misi yang holistik dan interkoneksi yang menanda-buktikan diri sebagai tubuh Kristus dengan saling berbagi dan melengkapi dengan upaya-upaya yang kreatif, inovatif dan konstruktif berdasarkan kasih dan teladan Yesus Kristus dalam rangka membangun manusia seutuhnya, sehingga terwujud masyarakat syalom.

Program diakonia berbasis kebutuhan mesti menjadi penekanan penting. Dalam menyusun program, perlu mengetahui kebutuhan jemaat atau masyarakat. Ini menjadi tahap awal sebelum penyusunan program. Perlu interkoneksi, yaitu saling terhubungnya antar bagian. Paling tidak ada tiga bagian yang perlu saling terhubung dalam diakonia, yaitu tri tugas panggilan gereja ditempatkan pada porsi yang sama (bersaksi, bersekutu dan melayani).

Untuk mengatasi masalah-masalah yang besar di sekitar gereja, perlu keterkaitan dengan bidang-bidang lain yang bersifat interdisipliner. Misalnya, masalah kemiskinan memiliki faktor yang multidimensi. Karena itu perlu melibatkan disiplin ilmu yang lain, seperti: ilmu ekonomi, ilmu manajemen, ilmu wirausaha, ilmu kepemimpinan, ilmu hukum, ilmu politik, ilmu budaya, dll. Gereja perlu merangkul berbagai ilmu itu untuk mendukung gereja dalam melakuan pelayanan diakonia, bukan hanya ilmu teologi.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah kemitraan. Gereja yang kuat perlu membangun jaringan kerja yang kuat dengan berbagai komponen masyarakat. Masalah besar tidak bisa diselesaikan sendiri. Di gereja, diperlukan juga lulusan diakonia profesional, sehingga urusan diakonia benar-benar dipikirkan, dirancang dan dilakukan dengan serius. Jika tidak bisa mendapatkan lulusan diakonia profesional, paling tidak perlu pelatihan diakonia.

Di gereja, perlu dipikirkan pola kerja diakonia. Diakon perlu memiliki lima tahap kerja: pertama, mulai dari peta konteks pelayanan yang jelas, dengan cara identifikasi dan inventarisasi. Kedua, pemetaan masalah. Ketiga, penyusunan program kerja berdasarkan pemetaan masalah. Keempat, evaluasi obyektif, bukan menilai suka dan tidak suka. Kelima, jika masalah belum terselesaikan, maka perlu rencana tindak lanjut untuk memperbaiki program tersebut. Jika sudah selesai, perlu pengembangan program itu.

Saat ini, gereja dalam posisi kelelahan. Salah satu yang memengaruhi adalah gadget. Gereja yang tidak fungsional, akan ditinggalkan oleh jemaat. Karena itu, mengenal kebutuhan jemaat dan masyarakat harus menjadi tahap awal dalam penyusunan program kerja. Dilanjutkan dengan program yang terukur dan sumber daya pelayan yang mumpuni. Perlu tenaga diakonia profesional, baik secara akademik maupun vokasi. Diharapkan STAK Abdi Wacana paling tidak memiliki pusat pelatihan diakonia gereja.

Kontributor: Edy Pnk

Tulisan Lainnya

No Comments

Tinggalkan Komentar

Agenda

Alamat Kampus:
Jl. Ahmad Yani No. 52 F (Kompleks GKE Pintu Elok), Kel. Benua Melayu Darat, Kec. Pontianak Selatan, Kota Pontianak - 78122

Rekening STAK Abdi Wacana:
BRI Pontianak: 007101001030562